Sungailiat — Anggota DPR RI Komisi VII Dapil Kepulauan Bangka Belitung, Bambang Patijaya terus memperjuangkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), untuk meminimalisir penambangan bijih timah ilegal di wilayah itu.
“Kami akan terus mengawal legalitas tambang masyarakat ini. Jadi yang pertama nanti persoalan siapa yang akan membelinya, tentunya perusahaan yang sudah memiliki RKAB, maka yang didorong itu adalah agar izin dari minerba dikeluarkan menyesuaikan RKAB yang diajukan dari smelter – smelter yang ada,”ucap BPJ sapaan akrabnya saat ditemui, Senin, (1/4/2024).
BPJ melanjutkan, pada tanggal 1 April 2024 ini RKAB yang keluar itu dengan jumlah kapasitas produksi sebesar 46.000 ton, hal ini baru tercapai sekitar 60 persen dibandingkan RKAB yang dikeluarkan di tahun 2023 lalu.
Maka demikian, kapasitas yang diserap industri pertimahan terhadap hasil penambangan rakyat itu sangatlah rendah.
“Yang diperlukan itu adalah RKAB, yang harus segera keluar. sehingga hasil produksi masyarakat bisa diserap,” imbuhnya.
Untuk mendorong WPR ini, masyarakat penambang perlu landasan legalitas, tentunya didorong dengan wilayah – wilayah yang sudah memiliki izin pertambangan rakyat.
“Cuma di Bangka Belitung hanya 3 kabupaten dari 6 kabupaten yang memiliki WPR, karena 3 kabupaten tersebut tidak pernah mengajukan seperti Belitung Bangka Barat dan Bangka Induk tidak pernah mengajukan walaupun dulu sudah pernah diminta,” katanya.
Ia juga mengatakan, termasuk pada tahun 2023, ketika ada usulan WPR pun kepala daerahnya pun tidak pernah mau memproses.
“Sekarang ketika situasi seperti ini, mulailah cawe – cawe ngomong kenapa ini nggak. karena kepala daerah tidak pernah mengusulkan sedangkan yang mengusulkan itu ada WPR nya ada di Belitung Timur di Bangka Tengah dan Bangka Selatan,” jelasnya.
BPJ juga mendorong, bagi daerah yang belum memiliki IPR, ataupun legalitas, untuk segera mengajukan ke kepala daerah masing-masing.
“Bagi daerah yang ingin mengakomodir masyarakat nya, silahkan mengajukan WPR yang sesuai aturan terlebih IPR ini belum dikeluarkan. Karena NSPK nya untuk penerbitan perizinan IUPR itu belum ada maka sebelumnya sudah RDP dengan dirjen minerba, gubernur dan para bupati yang hadir kemarin di komisi VII itu, Dirapatkan lagi kita menjadwalkan untuk pembuatan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) di dalam penerbitan IPR,” pungkasnya. (Najib)