BANGKA BELITUNG — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Bangka Belitung Pembahasan Kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di Perairan Beriga, Desa Beriga, Kabupaten Bangka Tengah mendatangi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Senin (21/10/2024).
Salah satu anggota Pansus Me Hoa, mengunggah pertemuan yang dilakukan pansus ke KKP di laman Tik Tok dirinya. Dalam video ini turut dihadiri Direktur Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, DR Krishna Samudra.
Dalam kesempatan ini, Direktur Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, DR Krishna Samudra menjelaskan ada tiga tahapan yang jangan dicampur dalam proses RZWP3K yakni, perencanaan, pemanfaatan dan pelaksanaan.
“Jadi yang pertama itu menjawab pertanyaan bapak/ibu, tolong Pak Batu Beriga jangan sampai ada kegiatan tambang, tapi tolong itu untuk perikanan tangkap atau perikanan. Jawabannya tidak bisa, karena apa karena dalam proses perencanaan RZWP3K,” katanya.
Diakuinya, proses pembahasan RZWP3K di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami dinamika yang luar biasa. Sehingga saat itu diputuskan dalam konsultasi publik dan konsultasi teknis yang dihadiri oleh Deputi Pecegahan KPK, Bangka masih diizinkan adanya pertambangan timah, sedangkan Belitung Zero tambang.
“Konsep itu sudah luar biasa, tapi ada catatannya, di Bangka yang diizinkan adalah IUP yang dikeluarkan namun yang clean and Clear (CnC) maka rontoklah sebagian itu, sebagian masih IUP itulah yang salah satunya yang PT Timah,” sambungnya.
Dalam proses RZWP3K kata dia, dilakukan beberapa analisis, seperti kesesuaian, analisis dominasi. Sedangka kesepakatan RZWP3K disusun dengan tiga ukuran yakni, peraturan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, data dukung teknis dan kesepakatan forum.
“Itulah yang membawa Bangka itu akhirnya IUP nya yang ada sekarang yang diakomodir RZWP3K. Zonanya sudah benar, bukan zona perikanan tapi zona pertambangan. Maka dalam perencanaan yang sudah ada PT Timah memiliki IUP di situ maka mereka berhak mengajukan PKKPRL, kenapa berhak karena sesuai zona, IUP mereka punya,” jelasnya.
Menurutnya, luasan kawasan yang diajukan PT Timah bukan semua kawasan, tapi hanya kawasan tertentu meski semua kawasan tersebut masuk ke dalam zona pertambangan.
Ketika kawasan tersebut masuk zona pertambangan, pemilik IUP kata dia bisa mengajukan izin untuk mengelola kawasan tersebut dengan mengikuti aturan yang berlaku.
“Kawan-kawan di perizinan tidak bisa menolak karena kesesuaian ruangnya sesuai pasal 5 tahun tahun 2001, begitu pas ruangnya, itu zona tambang, KKP akan memprosesnya dalam sistem OSS. Kita tidak mungkin melarang, PT Timah jangan kau isi OSS itu, tidak bisa. Kenapa? Karena perencanaan sesuai. Prinsipnya tidak bisa melarang karena sudah sesuai, kalau tidak sesuai OSS akan menolak, contohnya PT Timah mengajukan di zona pariwisata pasti ditolak,” jelasnya.
Menyikapi hal ini, Ketua Ikatan Karyawan Timah (IKT) mengapresiasi langkah KKP yang telah menjelaskan secara gamblang tentang status Perairan Beriga sebagai zona penambangan.
Sehingga, menurutnya masyarakat dapat memahami hal ini untuk menghindari berbagai dinamika. PT Timah sebagai pemilik IUP bisa mendapatkan kepastian berusaha dan manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat dan negara.
“Penjelasan yang disampaikan KKP sangat jelas, bahwa sebagai Pemilik IUP PT Timah telah menyelesaikan perizinannya untuk melakukan operasi dan produksi di Perairan Beriga karena memang masuk zona tambang,” katanya.
PT Timah kata dia, dalam proses penambangan juga melibatkan masyarakat sekitar, memberikan kontribusi dalam bentuk CSR dan tanggung jawab sosial serta berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (*)