Oleh: Rimah, Mahasiswi FKIP Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung
Bangka Belitung – Di era abad 21 yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi, identitas budaya bangsa menghadapi tantangan serius. Kemajuan zaman telah mengubah cara hidup masyarakat secara signifikan, mulai dari cara berkomunikasi hingga cara berpakaian. Budaya luar dengan cepat masuk melalui berbagai platform digital dan sering kali diterima tanpa filter, menggeser budaya lokal yang menjadi jati diri bangsa.
Fenomena seperti tren K-pop, fashion global, dan gaya hidup modern kini merajalela di kalangan generasi muda. Ironisnya, budaya lokal perlahan memudar dari kesadaran kolektif. Padahal, budaya merupakan identitas dan akar dari suatu bangsa yang tidak boleh diabaikan.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, pendidikan memiliki peran strategis. Melalui pendidikan, nilai-nilai, norma, dan tradisi budaya dapat ditanamkan kepada generasi muda sejak dini. Namun realitanya, pendidikan saat ini masih lebih fokus pada aspek kognitif dan penguasaan teknologi, sementara aspek kebudayaan kerap terpinggirkan.
Kurikulum yang ada seringkali minim menyentuh kekayaan budaya lokal, menyebabkan generasi muda kehilangan pemahaman dan apresiasi terhadap warisan budayanya sendiri. Padahal, pendidikan yang berbasis budaya dapat menjadi benteng utama dalam mempertahankan jati diri bangsa di tengah arus globalisasi.
Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengintegrasikan budaya lokal ke dalam kurikulum. Pengajaran bahasa daerah, seni tradisional, dan sejarah lokal perlu dihidupkan kembali di sekolah-sekolah. Dengan begitu, siswa akan mengenal dan mencintai warisan budaya yang ada di sekitarnya.
Selain itu, melibatkan masyarakat dalam proses pendidikan juga menjadi hal penting. Orang tua, tokoh adat, dan seniman lokal dapat berkontribusi dalam memperkaya materi ajar dan kegiatan sekolah. Festival budaya, pentas seni, dan kunjungan ke situs-situs sejarah bisa menjadi media pembelajaran yang menyenangkan sekaligus memperkuat identitas kebangsaan.
Teknologi informasi pun dapat dimanfaatkan secara positif untuk mempromosikan budaya lokal. Pembuatan konten edukatif berupa video, podcast, atau dokumentasi seni budaya dapat diunggah ke platform digital agar mudah diakses oleh siswa dan masyarakat luas.
Dengan langkah-langkah tersebut, pendidikan tidak hanya menjadi alat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi benteng pertahanan budaya di tengah derasnya arus modernisasi. Identitas budaya tidak boleh sekadar menjadi kenangan masa lalu, tetapi harus hidup dan berkembang bersama zaman.
Pendidikan yang memihak pada pelestarian budaya akan menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakar kuat pada jati dirinya. Sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mempertahankan budayanya di tengah perubahan zaman.