PANGKALPINANG – Sekda Naziarto bersama 8 orang lainnya yang tergabung dalam Tim Panelis Penghargaan Paritrana Award, melakukan wawancara langsung kepada seluruh kandidat bertempat di Hotel Novotel, (25/1/2024), meliputi kategori pemerintah daerah dari kabupaten/kota yang diwakili Kepala Daerah masing- masing daerah kecuali Kabupaten Belitung dan Belitung Timur dilakukan secara zoom, serta kandidat pimpinan dari kategori perusahaan/badan usaha dari beberapa sektor.
“Hari ini wujud dari pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat, bersama dengan pemerintah provinsi dan BPJS Ketenagakerjaan, kita memperhatikan hal tersebut dan pemerintah pusat memberi penghargaan kepada perusahaan-perusahaan dan pemerintah kabupaten/kota untuk menerima Paritrana Award,” ungkap Naziarto
Paritrana Award merupakan penghargaan di bidang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Setelah dilakukan sosialisasi, dilanjutkan tahap wawancara untuk menetapkan pemenang tiap kategori penghargaan. Penghargaan ini diberikan untuk mengetahui sejauh mana kepedulian atau perlindungan pemerintah daerah atau badan usaha terhadap para pekerja dan masyarakat terkait jaminan sosial ketenagakerjaan di wilayahnya.
“Ini sebenarnya adalah amanat peraturan perundang-undangan bahwa setiap pekerja sektor informal tersebut harus hadir di tengah- tengah masyarakat dan mereka harus ‘diselamatkan’, harus bisa sejahtera dan sejajar dengan pekerja-pekerja formal lainnya,” jelas Naziarto
Seperti diketahui, pekerja formal seperti Aparatur Sipil Negara sudah mempunyai BPJS kesehatan yang sudah dijamin oleh pemerintah, sementara sektor informal tidak dijamin oleh pemerintah. Oleh sebab itu, menurut Naziarto, pemerintah harus memberi inovasi kepada perusahaan-perusahaan agar memberi kontribusi terhadap para pekerjanya karena majunya suatu perusahaan itu adalah berkat tenaga kerja yang ada di perusahaan itu sendiri. Para pekerja juga harus dapat diayomi dan dimanusiakan agar dapat bekerja secara optimal.
“Salah satu tindakan memanusiakan yang bisa dilakukan oleh perusahaan itu sendiri adalah dengan membayar premi kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan yang dilakukan secara kolektif oleh perusahaan sehingga para pekerja tsb menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan baik itu peserta JKK, JKM, JHT, atau Jaminan Pensiun,” tegas Naziarto dengan harapan saat para pekerja sudah tidak bekerja lagi, mereka tetap bisa menghidupi keluarganya.
“Kita berharap dari wawancara kepada mereka ini, betul betul mempunyai semangat dan inovasi untuk memajukan para pekerja sektor informal ini baik yang ada di pemerintah kabupaten/kota maupun perusahaan serta para pelaku UMKM,” ujarnya.
Dijelaskan lebih lanjut, apabila ada perusahaan yang masih belum memenuhi persyaratan ketenagakerjaannya maka akan mendapatkan sanksi dari Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan domisili perusahaan tersebut. Pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan memiliki regulasi untuk mengayomi para tenaga kerja tersebut sehingga bisa mengawasi perusahaannya.
Ditambahkannya, saat perusahaan yang akan meminta izin kepada Pemerintah Kabupaten/Kota terkait status perizinan perusahannya, salah satu poin yang harus ditekankan pada perusahaan yang bersangkutan adalah kesanggupan perusahaan dalam menghadirkan tenaga kerja yang ada di perusahaan mereka sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Apabila pihak perusahaan menyanggupi, maka izin akan diberikan, namun jika tidak maka sebaliknya izin tidak akan diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
“Jika suatu saat terjadi PHK atau perbedaan antara pihak satu dan yang lain dalam perusahaan, maka harus diselesaikan secara musyawarah mufakat dengan melibatkan Lembaga Tripartit sebagai pihak ketiga. Ketika perusahaan tidak menerima putusan dari lembaga, maka Pemerintah Kabupaten/Kota harus berani mencabut izin dari perusahaan tersebut,“ tutup Naziarto. (*)