Harga TBS Sawit Anjlok, Dewan Beltim Ini Minta Pemerintah Kaji Ulang Larangan Ekspor CPO

MANGGAR – Anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beberapa hari terakhir, menarik perhatian Anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur, Dwi Nanda Putra.

Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) ini merasa kecewa dan sedih dengan turunnya harga TBS secara drastis yang membuat para petani kelapa sawit menjerit.

Ia menduga harga TBS turun signifikan akibat kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22 tahun 2022 tentang larangan ekspor CPO.

Selain itu, turunannya harga TBS terkait pemberhentian ekspor bahan baku kelapa sawit, setelah terjadi kelangkaan minyak goreng di berbagai wilayah di seluruh Indonesia sehingga berdampak pada harga jual beli kelapa sawit.

“Dari aduan masyarakat atau para petani kelapa sawit di Belitung Timur semuanya menjerit akibat harga yang anjlok. Bisa dikatakan terjun bebas, yang harga awal mencapai Rp3 ribu lebih sekarang hanya Rp2 ribu, itu saja masih turun naik,” ungkap Dwi Nanda Putra kepada awak media pada Rabu, 11 Mei 2022.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, para petani kelapa sawit juga mengalami dilema yang cukup parah dikarenakan selain harga TBS anjlok, ditambah lagi pabrik-pabrik CPO kelapa sawit tidak mau menerima TBS dari petani.

“Bahkan bukan cuma harga yang anjlok, paling parahnya lagi pabrik kelapa sawit tidak menerima TBS para petani, ini akan berakibat fatal untuk pemerintah,” tambahannya.

Padahal, kata Dwi Nanda, bukan rahasia umum bagi pemerintah bahwa penyumbang APBN terbesar di Indonesia salah satunya dari ekspor CPO serta turunannya.

Anggota Fraksi Golkar DPRD Beltim ini mengaku, dengan harga sawit yang tidak stabil, kemudian harga pupuk dan biaya perawatan perkebunan kelapa sawit yang tinggi membuat para petani merasa kesulitan. Hal ini karena hasil panen dengan biaya produksi tidak sebanding.

“Sakitnya para petani ini disitu. Disisi lain biaya produksi terus naik, tetapi hasil produksi tidak stabil dan bahkan tidak sesuai dengan hasil produksi. Saya kira ini tidak layak dan tidak sesuai lagi,” tegasnya menyesalkan.

Karenanya, Dwi Nanda meminta pemerintah pusat khususnya untuk menelaah kembali kebijakan larang ekspor CPO dan turuannya tersebut.

“Untuk itulah kami dari DPRD beserta pemerintah dan petani mohon ditinjau ulang keputusan presiden dan Permendag Nomor 22 tahun 2022 tentang larangan ekspor CPO dan turunannya. Mohon doa seluruh petani, kita berjuang bersama terutama bersama Menko Perekonomian Bapak Airlangga Hartarto semoga harapan kita bisa terwujud khususnya di Belitung Timur,” tandasnya.

Dwi Nanda yang kerap disapa Erwin ini mengatakan akan mengajak para anggota DPR RI khususnya yang berasal dari daerah pemilihan Bangka Belitung untuk bersama-sama memperjuangkan nasib petani sawit di Provinsi Bangka Belitung

“Kami memohon dalam waktu dekat ini semoga keluhan petani bisa teratasi, dan perusahaan CPO bisa berjalan dengan normal kembali untuk menampung hasil panen TBS petani sawit,” tutupnya. (rls.MPO-PG)

Leave A Reply

Your email address will not be published.