Balai Perdamaian Restorative Justice Ubah Paradigma Penegakan Hukum

PANGKALPINANG, – Wali Kota Pangkalpinang, Dr. H. Maulan Aklil menghadiri Peresmian Balai Perdamaian Restorative Justice bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung dan Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang di Balai Adat Kelurahan Tuatunu Indah Kota Pangkalpinang, Rabu (23/03/2022).

Molen sapaan akrab Maulan Aklil menyebut, Balai Perdamaian merupakan ide dari Kepala Kejaksaan Negeri, Jefferdian dan ia menegaskan akan mendukung Balai Perdamaian Restorative Justice tersebut.

“Saya setuju kegiatan ini, saya sambut baik, Bangka Belitung aslinya Melayu dan Tionghoa. Kalo tidak kita kita budayakan kembali akan hilang, ini salah satu cara mengembalikan norma-norma yang mulai terkikis”, ungkap Molen dalam sambutannya.

Menurutnya, Tuatunu menjadi satu-satunya di Kota Pangkalpinang yang masih kental adat Melayu dan terdapat banyak para hafidz dan hafidzah, pihaknya berencana akan menjadikan Kelurahan Tuatunu sebagai Kampung Melayu.

“Ingat pak, budaya kita harus tetap ada, tapi juga kita harus maju, jangan sampai kita disebut Kampung Melayu tapi tingkah kita bukan Melayu. Ada permasalahan jangan sampai saling kantet, ayo selesaikan disini, kita Melayu lebih mengutamakan kekeluargaan”, ujarnya.

Kedepan, ia berencana akan mengembangkan Balai Adat Perdamaian Restorative Justice di kecamatan lain yang ada di Kota Pangkalpinang. Baginya hal tersebut telah menjadi ikon se-Bangka Belitung, bukan hanya di Pangkalpinang.

Selain itu, dirinya juga menyebut akan hobinya atas budaya, ia siap mendukung full hal-hal yang berkaitan dengan budaya. Pada kesempatan tersebut, Molen mengucapkan terima kasih atas inovasi yang telah dilakukan, pihaknya akan terus mengembangkannya dengan senang hati.

“Saya hobi budaya, kita dukung full, support luar biasa dari pak Kejati, tidak semua daerah, saya bangga. Terima kasih atas inovasi hari ini, kita akan terus kembangkan dengan senang hati kita bisa resmikan”, pungkasnya.

Senada, Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang, Jefferdian yang ingin memperkenalkan program dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia yaitu Restorative Justice. Pihaknya melihat terdapat pergeseran paradigma penegakan hukum pidana didunia, termasuk di Indonesia.

“Dulu orang akan bahagia jika pelaku dibalas, tapi sekarang ternyata cara-cara seperti itu tidak menyelesaikan masalah. Pelaku belum tentu bertaubat dan korban pun belum tentu mendapat keadilan, nilai-nilai luhur ternyata relevan dengan perubahan itu”, katanya.

Jefferdian menambahkan, hukum adat hidup di tengah-tengah masyarakat, selalu ada yang diwakili tokoh-tokoh adat. Pihaknya ingin melembagakan yang sebenarnya telah lama ada, namun belum diberi nama secara kelembagaan.

“Nilai-nilai luhur Pancasila selalu menginginkan kedamaian ditengah-tengah kita, kenapa tidak kita selesaikan dengan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan”, sebutnya.

Ditempat yang sama, Ketua Majelis Tunjuk Ajar Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Pangkalpinang, Dato’ Pangeran Sardi menerangkan bahwa dibeberapa negara telah tercatat lembaga peradilan adat dan hukum adat masih dominan diberlakukan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada didalamnya hukum pidana.

“Ini adalah langkah maju aparat penegak hukum, kami LAM Pangkalpinang menyambut baik, inilah yang kami nantikan. Restorative Justice pada dasarnya berasal dari nilai-nilai yang dianut masyarakat, prinsip-prinsip ini adalah mengangkat harkat dan martabat individu”, terang Dato’ Pangeran Sardi.

Pada pukul 10.48 WIB terdengar suara pemukulan gong sebanyak tiga kali yang menandakan Balai Adat Perdamaian Restorative Justice telah diresmikan, secara langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi, Daroe Tri Sadono.

Dalam rangka mewujudkan masyarakat baldatun toyyibatun warobbun ghofur dan masyarakat madani, tambah Daroe, dibutuhkan partisipasi dan harus berangkat lebih jauh ketika berbicara tentang perdamaian. Dengan tegas, Daroe juga menyampaikan bahwa balai perdamaian tersebut bukan represif, melainkan langkah preventif.

“Mari bapak ibu, kita kembali ketujuan bangsa, kita kembali kelangkah preventif yakni pencegahan, balai perdamaian ini bukan untuk represif tapi preventif. Saya harap balai ini diisi dengan kegiatan yang dapat mewujudkan masyarakat madani, bukan hanya terkait perkara-perkara”, tutupnya.

Diketahui, Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Berdasarkan pada Pasal 2 PERJA Nomor 15 Tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep dari keadilan restoratif dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir dan asas cepat, sederhana serta biaya ringan. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.