Ahda Usung Keilmuan Pembaharuan Hukum Pidana Ilmu Santet

PANGKALPINANG — Pembuktian delik santet dalam Rancangan Undang-Undang KUHP masih menjadi salah satu bentuk tantangan penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya santet merupakan suatu perbuatan magis terlarang secara norma kebiasaan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain dalam konsep memiliki layaknya perbuatan pidana.

Hal ini dijelaskan oleh mahasiswa Magister Hukum Universitas Bangka Belitung Ahda Muttaqin. Menurutnya konsep santet sebagai suatu tindak pidana memiliki tantangan tersendiri mengingat konteks tindak pidana di Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki kerangka hukum yang normatif pula.

Hingga diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan yaitu tahun 2026, terdapat kekosongan hukum tindak pidana yang berkaitan dengan santet. 

Kekosongan hukum ini yang mengundang daya tarik salah satu mahasiswa magister hukum Universitas Bangka Belitung, Ahda Muttaqin. Ia menilai KUHP Nasional khususnya mengenai Asas Tinda Pidana Tanpa Kesalahan dengan studi kasus penipuan dalam modus ritual mistis belum mengakomodir hal tersebut,

“Berkaitan dengan memiliki dampak yaitu akan menimbulkan tindakan main hakim sendiri dari korban atau pihak yang mengatasnamakan korban bahkan masyarakat yang menduga bahwa rasa sakit, atau kematian yang dialami korban adalah akibat perbuatan pelaku santet yang belum merepresentasikan hukum positiv, namun dengan diundangkannya ketentuan tindak pidana yang berkaitan dengan santet dalam KUHP baru, maka kekosongan hukum tersebut telah diakomodir,” ujar mahasiswa yang berprofesi sebagai advokat ini.

Atas hal tersebut Ahda Muttaqin terus menggeluti keilmuan yang dianggap pembaharuan hukum pidana ini. Lawyer aspek pidana ini selalu mengkritisi perdebataan pada wilayah saintifik dalam tinjauan pembuktian dan tanggungjawab pidana,

“Sebagai seorang Advokat sangat penting untuk tetap mengikuti perkembangan dinamika hukum yang terus mengalami perubahan di masyarakat. Untuk meningkatkan kompetensi di bidang hukum, maka penting menyelaraskan study pidana kejenjang magister,” ucapnya Ahda.

Dijelaskannya dengan menyandang gelar Master Hukum jebolan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung dapat menerapkan ilmu yang didapatkan selama kuliah terhadap permasalahan hukum yang dialami oleh masyarakat dengan cara progresif dan dapat mengedukasikan masyarakat yang membutuhkan konsultasihukum.

Adapun, pasal santet tersebut termaktub di dalam Pasal 252 KUHP Baru yaitu UU 1 Tahun 2023 berbunyi Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

Ayat 2 nya mengatakan jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3. Sementara untuk ketentuan pidana denda dalam Pasal 252 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 adalah sebesar Rp200 juta.  

Leave A Reply

Your email address will not be published.