Bangka Barat — Di tengah kondisi perekonomian yang terpuruk, masyarakat Tembelok – Keranggan menemukan harapan baru melalui aktivitas penambangan timah di perairan mereka. Meskipun penambangan ini dilakukan secara ilegal, banyak warga berpendapat bahwa kesejahteraan mereka jauh lebih penting daripada kepentingan hukum yang mungkin belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan mereka. Minggu (6/10/2024).
Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Bangka Barat, Fadli alias Ali, menegaskan bahwa sekitar 80 persen penduduk di daerah ini bergantung pada hasil laut sebagai nelayan.
Namun, kondisi laut yang tidak bersahabat membuat hasil tangkapan mereka terus berkurang.
“Hasil melaut tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan adanya TI Apung, kami sangat terbantu,” ujar Ali.
Di tengah tantangan ekonomi, masyarakat di Tembelok – Keranggan justru merasakan geliat perekonomian berkat kegiatan penambangan.
Ali menambahkan, aktivitas tambang yang dilakukan bukan di kawasan terlarang, tidak melanggar Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan manapun, dan bukan objek vital nasional. “Ini hanya persoalan regulasi. Tidak ada pihak yang dirugikan,” tegasnya.
Pendapat serupa juga disampaikan Ari, seorang penjaga parkiran setempat, yang mengaku bahwa pendapatan harian mereka meningkat berkat aktivitas penambangan.
“Kami bisa mendapatkan 100-200 ribu rupiah setiap hari. Ini sangat dibutuhkan untuk keluarga kami,” katanya.
Dengan meningkatnya pendapatan, rasa syukur masyarakat semakin kuat, terutama ketika media memberitakan hal-hal negatif tentang aktivitas tambang ini.
Masyarakat merasa bahwa pemberitaan yang merugikan ini berpotensi menciptakan ketidakstabilan sosial.
“Kami bersyukur atas adanya aktivitas tambang ini. Kenapa ada kelompok dari luar yang justru berupaya membuat suasana tidak kondusif?” keluh Ari.
Ini menunjukkan bahwa kepentingan masyarakat harus diutamakan, bahkan jika hal itu berkonflik dengan peraturan yang ada.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dalam konteks ini, pengembangan perekonomian masyarakat lokal melalui penambangan dapat dianggap sebagai bentuk pemenuhan hak masyarakat untuk hidup sejahtera.
Hal ini semakin menguatkan argumen bahwa dalam kondisi tertentu, kepentingan sosial dapat menduduki posisi yang lebih tinggi daripada kepentingan hukum.
Namun, dilema ini tidak sederhana. Ada risiko kerusakan lingkungan yang harus dipertimbangkan, dan ketidakpatuhan hukum yang bisa berakibat serius di masa depan.
Akan tetapi, bagi warga Tembelok – Keranggan, ketidakpastian hukum bukanlah hal utama yang mereka khawatirkan.
Mereka lebih cenderung mengutamakan survival, mencari cara untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka yang telah lama terpuruk.
Banyak pihak berharap bahwa pemerintah dapat menemukan jalan tengah yang bisa menyeimbangkan antara kepentingan hukum dan kesejahteraan masyarakat.
Ada peluang bagi pengaturan yang lebih baik untuk aktivitas penambangan, yang tetap menghormati hak-hak masyarakat sambil menjaga kelestarian lingkungan.
Kondisi ini menggambarkan bagaimana dalam situasi tertentu, kesejahteraan masyarakat dapat diangkat di atas kepentingan hukum.
Masyarakat Tembelok – Keranggan, yang telah lama berjuang dalam ketidakpastian ekonomi, kini menunjukkan semangat persatuan dan harapan baru.
Dengan dukungan satu sama lain, mereka berupaya untuk membangun kembali kehidupan yang lebih baik, meskipun melalui jalan yang penuh kontroversi. (Tim)