OLEH; GUID CARDI, M.Si
(Akademisi dan Wakil Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Bangka Belitung)
Penyelenggaraan Pemilu 2024 di Kota Pangkalpinang oleh penyelenggara Pemilu yang berintegeritas dipastikan telah hampir selesai, salah satu indikasi misalnya KPU Kota Pangkalpinang telah menetapkan perolehan kursi masing-masing partai politik dan calon terpilihnya pada tanggal 2 Mei 2024. Ada sejumlah hal yang menarik dalam penetapan tersebut yakni: Pertama tedapat 2 (dua) orang calon yang memperoleh suara yang sama untuk kursi yang diperoleh dari Partai Demokrat pada Daerah Pemilihan (Dapil) Pangkalpinang 4 (empat) yang meliputi seluruh kecamatan Gerunggang dengan 6 (Enam) kelurahan yakni Bukit Merapin, Tua Tunu, Air Kepala tujuh, Bukit Sari, Taman Bunga, Kacang Pedang.
Kedua, Penjelasan KPU Kota Pangkalpinang terkait dasar hukum keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Pasal 29 yang mengacu pada persebaran suara secara luas di antara kedua calon tersebut. Kalau tidak keliru, basis sebaran yang digunakan adalah TPS. “Sebaran TPS Taman Bunga terdapat 12 TPS sebaran calon nomor urut 1 dan 13 TPS calon nomor urut 4. Di Bukit Merapin calon nomor 1 di 27 TPS dan calon nomor urut 4 di 27 TPS. Sama halnya Bukit Sari calon nomor urut 1 sebaran di 13 TPS dan calon nomor 4 13 TPS. Sebaran TPS juga tercatat di Kelurahan Tua Tunu nomor urut 1 di 27 TPS dan nomor urut 4: 26 TPS. Sementara Kelurahan Kacang Pedang sebaran di 22 TPS untuk nomor urut 1 dan 4 ini. Sebaran suara di Kelurahan Air Kepala Tujuh nomor urut 1 di 20 TPS sementara nomor urut 4 : 21 TPS. Dengan begitu jumlah total sebaran suara nomor urut 1: 121 TPS dan nomor urut 4: 122 TPS,”. (Babelpos 3/5).
Pada Daftar Calon Tetap (DCT) Partai Demokrat Dapil Gerunggang, Rosdiansyah Rashid berada di nomor urut 1. Sementara Sumardan dengan nomor urut 4. Berdasarkan Berita Acara dan Sertifikat rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pemilu yang lalu, kedua calon tersebut memperoleh suara yang sama jumlahnya, pada Dapil Pangkalpinang 4 yang meliputi seluruh Kecamatan Gerunggang. Kemudian oleh KPU Kota Pangkalpinang, Sumardan calon nomor urut 4 yang juga dengan perolehan 1.198 suara ditetapkan sebagai calon terpilihnya.
Ketiga, keputusan calon terpilih tersebut yang dilakukan di dalam rapat pleno terbuka untuk umum dengan dihadiri seluruh anggota KPU Kota Pangkalpinang, Badan Pengawas Pemilu Kota Pangkalpinang, Saksi-saksi dari Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat Kota Pangkalpinang beserta para stakeholders, ditetapkan dengan suara terbanyak mirip votting dengan proporsi 3 (tiga) berbanding 2 (dua), (Perkaranews,04/05). Hal ini tentu akan memunculkan banyak prasangkaan yang bersifat negatif bagi KPU Kota Pangkalpinang, yang harus dihadapi sebagai konsekuensi dari keputusan yang bernuansa kontroversi ini.
Sejak selesainya rekapitulasi di Tingkat PPK Kecamatan Gerunggang hal-hal seperti ini telah menjadi perhatian serius dari masyarakat Kota Pangkalpinang bukan hanya pada persoalan siapa calon terpilih yang ditetapkan oleh KPU Kota Pangkalpinang. Akan tetapi juga menyangkut bagaimana proses penetapannya itu bersesuaian dengan regulasi yang ada.
Hal ini berimplikasi salah satunya kepada persoalan hukum baik Etik ataupun Tata Usaha Negaranya. Sebagai perbandingan, Keputusan KPU Kota Pangkalpinang terkait untuk melaksanakan dan membatalkan Pemungutan dan Penghitungan suara Ulang (PSU) yang menuai protes keberatan dari masyarakat dengan membuat pengaduan permasalahan Etik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) .
Hal-hal demikian tersebut di atas menunjukan dinamika yang tinggi terkait pandangan atau perspektif yang digunakan di dalam mengambil keputusan itu, di antaranya adalah pandangan atau paradigma di dalam keputusan KPU Kota Pangkalpinang yang memunculkan dan menumbuhkan norma hukum TPS (tempat Pemungutan suara) sebagai basis pembeda di dalam menentukan calon terpilih.
Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota bersifat hirarkis. Pasal 12 Undang-undang menegaskan, memunculkan dan menumbuhkan norma hukum di dalam suatu regulasi sebagai rujukan dasar di dalam pengambilan keputusan adalah menjadi tugas utama Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU-RI) yang bertugas menyusun Peraturan KPU untuk setiap tahapannya. Sedangkan tugas utama sub—entitas yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota adalah terbatas pada melaksanakan hal-hal yang secara eksplisit ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Selain itu, penting juga di pahami, di dalam menyelenggarakan Pemilu entitas Penyelenggara Pemilu itu, tunduk dan harus melaksanakan pemilu berdasarkan pada asas LUBER JURDIL (langsung, umum, bebas dan rahasia, jujur dan adil) dengan berpedoman kepada 11 (sebelas) prinsip penyelenggaraannya. Satu di antaranya adalah prinsip kepastian hukum yang mengandung maksud bahwa segala keputusan yang dibuat dan dilaksanakan harus berdasarkan kepada peraturan-perundang-undangan yang berlaku, dan keputusan yang dibuat dan dilaksanakan juga memberikan kepastian hukum tidak menjadi perdebatan bagi penyelenggara pemilu yang berintegeritas dan masyarakat luas Karena itu, tulisan ini mencoba melihat dalam perspektif perbandingan atas regulasi terkait persoalan tersebut.
Konstruksi Dapil
Pemilu 2024 ini, Dapil di Kota Pangkalpinang ditetapkan Berdasarkan PKPU Nomor 6 tahun 2023 tentang Dapil dan alokasi kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2024 lampiran III, halaman 39; dalam Kota Pangkalpinang ditetapkan sebanyak 5 Dapil, salah satunya Dapil Pangkalpinang 4 yang meliputi kecamatan Gerunggang dengan alokasi 6 kursi. Sedangkan pada pemilu 2019 yang lalu di kota Pangkalpinang hanya terdapat 4 daerah pemilihan.
Ketentuan Umum PKPU Nomor 6 tahun 2022 tentang Penataan daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Umum 2024, dijelaskan bahwa Daerah Pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dapil adalah kecamatan atau gabungan kecamatan atau bagian kecamatan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah Penduduk untuk menentukan alokasi kursi sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan partai politik dan penetapan calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota.
PKPU Nomor 6 tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan perolehan kursi, dan Penetapan calon terpilih dalam Pemilihan Umum juga menyebutkan bahwa Daerah Pemilihan Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang selanjutnya disebut Dapil adalah satu atau gabungan atau bagian wilayah administrasi pemerintahan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah penduduk untuk menentukan alokasi kursi sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan Partai Politik dan penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pemilu 2024 ini juga merupakan Pemilihan Umum yang menggunakan Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang digunakan pada Pemilu 2019. Dengan demikian konstruksi bangunan Dapil dan tatacara penentuan alokasi kursi dan penentuan calon terpilih dianggap masih menggunakan prinsip pengaturan yang sama. Bedanya hanya pencatatan atau administrasi penomoran regulasinya.
Secara singkat, misalnya Peraturan KPU Nomor 16 tahun 2017 tentang Penataan Daerah Pemilihan dan alokasi kursi anggota DPRD kabupaten/kota dalam pemilu 2019 menjelaskan bahwa Daerah Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dapil adalah kecamatan atau gabungan kecamatan atau bagian kecamatan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah penduduk untuk menentukan Alokasi Kursi sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan partai politik dan penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Sedangkan PKPU Nomor 5 tahun 2019 tentang penetapan pasangan calon, penetapan perolehan kursi dan penetapan calon terpilih dalam Pemilihan Umum, juga menyebutkan bahwa Daerah Pemilihan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dapil adalah satu atau gabungan atau bagian wilayah administrasi pemerintahan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah penduduk untuk alokasi kursi sebagai dasar pengajuan calon oleh Partai Politik dan penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Adapun pada Pemilu 2014 yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD , Daerah pemilihan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah wilayah administrasi pemerintahan atau gabungan wilayah administrasi pemerintahan atau bagian wilayah administrasi pemerintahan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah penduduk untuk menentukan alokasi kursi sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan partai politik, dan penetapan calon terpilih Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, hal ini juga berdasarkan PKPU Nomor 5 tahun 2013 tentang tata cara Penetapan Daerah Pemilihan dan alokasi kursi setiap Dapil anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu tahun 2014. Sedangkan Peraturan KPU Nomor 29 tahun 2013 tentang Penetapan hasil pemilu, perolehan kursi, calon terpilih dan penggantian calon terpilih dalam Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, tidak lagi menyebut secara khusus tentang daerah Pemilihan.
Sedangkan tafsir tentang wilayah administrasi pemerintahan itu, telah dijelaskan oleh Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah , BAB II tentang PEMBAGIAN WILAYAH NEGARA, Pasal 2 pada ayat (1) yang menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan bahwa Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa.
Dengan demikian, dari beberapa regulasi pada tiga Pemilu dengan Undang-undang yang berbeda tersebut di atas dapat disimpulkan komponen utama dalam penyusunan suatu Daerah Pemilihan Kabupaten/ Kota yakni, berbasiskan wilayah administrasi pemerintahan yang menjadi batas penanda (Kecamatan atau gabungan kecamatan atau bagian dari kecamatan yakni desa/kelurahan, bukan atau tidak termasuk TPS) untuk mengkonstruksikan ditetapkannya suatu Daerah Pemilihan atau Dapil, dengan jumlah Penduduk yang datanya secara resmi disiapkan oleh Pemerintah yang seterusnya teraplikasikan sampai dengan penentuan perolehan kursi dan calon terpilih.
Penetapan Calon Terpilih DPRD
. Ketentuan pada PKPU Nomor 6 tahun 2024 mengenai penetapan calon terpilih anggota DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 30 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penetapan calon terpilih anggota DPRD kabupaten/kota kecuali apabila tidak tersedia nama calon anggota DPRD kabupaten/kota dalam DCT pada Dapil yang tidak berbatasan langsung secara geografis dengan jumlah penduduk terbanyak berikutnya pada kabupaten/kota yang sama..
Disebabkan oleh terdapatnya Calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota yang memperoleh suara yang sama dan dengan sebaran yang sama sampai dengan jenjang desa/kelurahan, disebutkan dalam ketentuan Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 , “ dalam hal terdapat 2 (dua) orang atau lebih calon anggota DPR (baca DPRD) memperoleh suara sah yang sama pada suatu Dapil, maka calon anggota DPR (DPRD) dengan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang ditetapkan sebagai calon terpilih anggota DPR (DPRD). Dalam hal persebaran perolehan suara sebagaimana dimaksud masih sama, penetapan calon terpilih anggota DPR (DPRD) didasarkan pada jenis kelamin, dengan ketentuan jika jenis kelamin 2 (dua) orang atau lebih calon anggota DPR (DPRD) berbeda, maka calon berjenis kelamin perempuan ditetapkan sebagai calon terpilih anggota DPR (DPRD); atau jika jenis kelamin 2 (dua) orang atau lebih calon anggota DPR (DPRD) sama, maka calon terpilih anggota DPR (DPRD) ditetapkan berdasarkan nomor urut teratas pada DCT . .
Norma dan prosedur penetapan calon terpilih yang demikian itu sebelumnya telah diberlakukan pada pemilu 2019 karena penyelenggaraan pemilu 2019 dan 2024 berdasarkan Undang-undang yang sama, yakni Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kemudian dengan PKPU Nomor 5 tahun 2019 pada Pasal 13 ayat 2 sampai dengan ayat 4 dijelaskan bahwa dalam hal terdapat 2 (dua) orang atau lebih calon anggota DPRD Kabupaten/Kota memperoleh suara sah yang sama pada suatu Dapil, Calon anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang, ditetapkan sebagai calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota. Dalam hal berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara sebagaimana dimaksud masih sama, penetapan calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan jenis kelamin, dengan ketentuan apabila jenis kelamin 2 (dua) orang atau lebih calon anggota DPRD Kabupaten/Kota yang memperoleh suara sah sama tersebut berbeda, calon berjenis kelamin perempuan ditetapkan sebagai calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota. Kemudian Dalam hal 2 (dua) orang atau lebih calon anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan persebaran wilayah perolehan suara sah yang sama sebagaimana dimaksud berjenis kelamin sama, calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan nomor urut teratas pada DCT.
Secara harfiah, telah jelas bahwa calon anggota DPRD kabupaten/kota yang memperoleh suara yang sama pada suatu Dapil untuk calon anggota DPRD dengan jenis kelamin yang sama maka calon anggota DPRD kabupaten/kota dengan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang ditetapkan sebagai calon terpilih. Pemaknaan demikian tentu bersesuaian dengan konstruksi konsepsi daerah pemilihan (Dapil) sebagaimana dijelaskan di atas yang menempatkan nomenklatur wilayah administrasi pemerintahan menjadi batas penanda untuk merekonstruksi ditetapkannya suatu Daerah Pemilihan atau Dapil yang seterusnya teraplikasikan dalam penentuan perolehan kursi dan calon terpilih. Sedangkan untuk 2 (dua) orang atau lebih calon anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan persebaran wilayah perolehan suara sah yang sama sebagaimana dimaksud berjenis kelamin sama, calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota itu ditetapkan berdasarkan nomor urut teratas pada DCT.
Penetapan Calon terpilih pada Pemilu tahun 2014 yang diselenggarakan berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD, juga dengan PKPU Nomor 29 tahun 2013 pasal 42 ayat 2 sampai dengan ayat 5 disebutkan apabila terdapat 2 (dua) atau lebih Calon Anggota DPRD Kabupaten/Kota memperoleh Suara Sah yang sama di suatu daerah pemilihan, maka nama Calon Anggota DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan jumlah dukungan suara yang lebih banyak persebarannya. Kemudian pada ayat 3 disebutkan pula apabila 2 (dua) orang calon berjenis kelamin berbeda, perempuan dan laki-laki memperoleh Suara Sah yang sama di suatu daerah pemilihan, maka calon perempuan ditetapkan sebagai nama calon terpilih Anggota DPRD Kabupaten/Kota. Berikutnya apabila 2 (dua) calon berjenis kelamin sama, perempuan dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki memperoleh Suara Sah yang sama di suatu daerah pemilihan, maka nama calon terpilih ditetapkan berdasarkan jumlah dukungan suara yang lebih banyak persebarannya. Dalam hal persebaran dukungan suara untuk calon sebagaimana dimaksud persebarannya masih sama, penetapan sebagai calon terpilih dengan melihat persebaran perolehan suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.
Problematika Penetapan calon terpilih pada pemilu 2024 sebagaimana dialami oleh KPU Kota Pangkalpinang di atas yang mana terdapatnya Calon terpilih anggota DPRD Kota Pangkalpinang yang memperoleh suara yang sama dan dengan sebaran yang sama sampai dengan jenjang kelurahan pada Dapil Kota Pangkalpinang 4, untuk menegaskan tafsiran hal ini, KPU RI kemudian menerbitkan surat dinas bernomor:.536/PL.01.8-SD/05/2024 perihal Penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kota Pangkalpinang, yang pada pokoknya menegaskan berlakunya ketentuan yang telah di atur pada PKPU Nomor 6 Tahun 2024 Pasal 29.
Problematika demikian juga pernah terjadi di beberapa daerah yang menyelenggarakan Pemilu pada tahun 2014, sehingga KPU ketika itu menerbitkan Surat Dinas nomor 420/KPU/V/2014 perihal Penentuan Calon terpilih bagi Calon anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dengan perolehan suara sama, yang pada pokoknya menegaskan berlakunya ketentuan PKPU Nomor 29 tahun 2013 pasal 42 ayat 2 sampai dengan ayat 5 sebagaimana dijelaskan di atas, serta penambahan dan penggunaan norma TPS sebagai basis pembeda untuk menentukan jumlah dukungan suara yang lebih banyak persebarannya.
Namun sangat disayangkan penggunaan norma TPS ini sudah dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku lagi seiring dibatalkannya Undang-undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD serta PKPU Nomor 29 tahun 2013 oleh Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan PKPU Nomor 5 tahun 2019 dan PKPU Nomor 6 tahun 2024, sehingga norma TPS sebagai mana yang diterapkan oleh KPU Kota Pangkalpinang pada Pemilu 2024 ini sesungguhnya tidak memiliki dasar hukum untuk penggunaanya. Terlebih lagi, PKPU Nomor 6 tahun 2024 dan surat dinas nomor : 536/PL.01.8-SD/05/2024 perihal Penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kota Pangkalpinang, tersebut di atas tidak satu katapun memunculkan TPS sebagai norma dasar sebagai basis yang membedakan persebaran wilayah perolehan suara secara berjenjang.
Menguji Kekeliruaan dan Kesesatan Berpikir
Karena itu, jika ada para pihak yang berpikir bahwa penggunaan norma TPS ini oleh KPU Kota Pangkalpinang sesungguhnya dapat disangkakan sebagai Kekeliruaan dan Kesesatan Berpikir, pelanggaran berat atas prinsip profesionalisme dan kepastian hukum, melanggar tugas dan kewenangan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan bahkan sebagai bentuk perlawanan ( Pembangkangan) atas arahan dan perintah KPU RI yang secara hirarki terhadap surat dinas nomor : 536/PL.01.8-SD/05/2024 perihal Penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kota Pangkalpinang, dan dalam konteks ini juga seolah-olah KPU Provinsi dan jajaran Bawaslu nampak melakukan pembiaran pelanggaran yang demikian oleh KPU Kota Pangkalpinang itu, maka jika pilihan yang dilakukan oleh para pihak yang dirugikan akibat keputusan tersebut adalah melalui proses hukum sebagaimana dimaksud undang-undang, hal itu patut diapresiasi secara positif karena untuk menghindari satwa sangka seperti itu. Hanya dengan proses hukum yang demikian itu, Kebenaran baik secara formil maupun materil terhadap Keputusan KPU Kota Pangkalpinang yang memunculkan dan menggunakan norma TPS sebagai basis dalam penentuan calon terpilih itu dapat teruji. Sebaliknya, jika dengan proses hukum yang demikian justru satwa sangka itu yang teruji kebenaranya maka sebagai penyelenggara pemilu yang profesional dan berintegeritas harus bertanggung jawab pula atas konsekuensi yang mungkin muncul dikemudian hari.
Idealnya adalah Penetapan calon terpilih yang demikian itu ketika dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2017, PKPU Nomor 6 tahun 2024 serta surat dinas nomor : 536/PL.01.8-SD/05/2024 perihal Penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kota Pangkalpinang, meski dengan berbagai persepsi ataupun perspektif yang digunakan sepanjang mengedepankan tugas dan prinsip-prinsip kepastian hukum dan berpikir dalam kerangka konstruksi yang demikian, hal itu dapat memperkuat integeritas dan pertanggungjawaban keputusan yang diambil, dan tentunya kekeliruan atau kesesatan berpikir dalam penetapan calon terpilih pada Pemilu 2024 seperti itu sehingga berpotensi pelanggaran etika dan tata usaha negara atau lainnya dapat pula terhindarkan.