PANGKALPINANG — Wali Kota Molen menegaskan, Pemerintah Daerah Kota Pangkalpinang dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal yang prospektif, dengan memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh sejumlah pendapatan dalam jangka panjang yakni dalam bentuk deviden. Penyertaan modal dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal.
“Dengan demikian, Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal merupakan landasan hukum yang mengatur kebijakan induk mengenai pemenuhan modal disetor pada PT. BPD Sumsel Babel. Penambahan penyertaan modal dilakukan melalui mekanisme pembahasan APBD dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang tentang APBD tahun anggaran berkenaan”, sebutnya.
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah, imbuhnya, dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan produktivitas pemanfaatan tanah dan/atau bangunan serta kekayaan lainnya milik Pemerintah Daerah dengan membentuk usaha bersama dan saling menguntungkan.
Tujuan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah untuk meningkatkan:
a. sumber Pendapatan Asli Daerah:
b. pertumbuhan ekonomi:
c. pendapatan masyarakat: dan
d. penyerapan tenaga kerja.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, Penyertaan Modal Pemerintah Daerah seyogyanya berpegang pada prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance). Perencanaan penyertaan modal pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Daerah dan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Badan yang menangani urusan keuangan daerah dan Tim Penasihat Investasi Pemda berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent) agar penyertaan modal tersebut berjalan efektif, efisien dan produktif”, bebernya.
Wako Molen menjelaskan, selanjutnya terhadap pengajuan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Pajak Atas Izin Penjualan Minuman Keras, dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Retribusi Masuk Tapak Kawasan Wisata Pasir Padi Pangkalpinang.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi”, jelas Molen.
Menurut Molen, pencabutan peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan jika peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian materi peraturan perundang-undangan lebih rendah yang dicabut itu (Lampiran Il Nomor 158 dan 159 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011).
“Jika ada peraturan perundang-undangan lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan perundang-undangan baru, peraturan perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut peraturan perundang-undangan yang tidak diperlukan itu. Jika materi dalam peraturan perundang-undangan baru menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau sebagian materi dalam peraturan perundang-undangan lama, di dalam peraturan perundang-undangan baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau pencabutan sebagian peraturan perundang-undangan yang lama (Lampiran II Nomor 221 dan 222 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011”, terang Molen.
Baginya, hal ini dilakukan dengan maksud agar adanya kepastian hukum terhadap suatu peraturan perundang-undangan. Pencabutan peraturan perundang-undangan hendaknya tidak dirumuskan secara umum, tetapi menyebutkan dengan tegas peraturan perundang-undangan mana yang dicabut, di samping itu juga agar tertib asas yaitu asas ketertiban dan kepastian hukum dalam materi muatan peraturan perundang-undangan.
“Selanjutnya terhadap pengajuan Raperda Pencabutan yaitu Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Pajak Atas Izin Penjualan Minuman Keras. Adapun maksud dan tujuan diajukannya Raperda Pencabutan ini dikarenakan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Pajak Atas Izin Penjualan Minuman Keras sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, sehingga perlu dicabut”, tambah Molen.
Wako Molen kembali menjelaskan, definisi minuman beralkohol berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 97 Tahun 2020 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan Bahan Baku Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol atau etil alkohol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
“Pada saat itu perda tersebut masih berpedoman pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974”, tukasnya.
Rapat Paripurna dilanjutkan dengan Paripurna Kelima Masa Persidangan I tahun 2023 DPRD Kota Pangkalpinang dengan agenda Laporan Hasil Pansus 15, 17, 18, 7 dan 8. Kemudian Keputusan DPRD Kota Pangkalpinang terhadap 4 Raperda, dilanjutkan Rapat Paripurna Keenam Masa Persidangan I tahun 2023 DPRD Kota Pangkalpinang dengan agenda penyampaian Propemperda Kota Pangkalpinang untuk tahun 2024.