Oleh: Handika Yuda Saputra, S.Pd
(Ketua Umum PC IMM Kota Pangkalpinang)
Tanah kita tanah Surga, demikian yang disampaikan sebagaian orang atas keindahan negeri ini. Negeri ini ialah negeri nan kaya dan makmur atas alamnya, bermartabat atas perjuangannya, dan berdaulat atas rakyatnya.
Negeri besar dengan deratan pulau dan lautnya yang menjuntang luas, negeri yang kuat atas asas solidaritas dan kepedulian. Dengan segala sanjungan yang ada, namun Indonesia selayak bahtera (Kapal) yang berusaha teguh atas tujuan yang diespektasikan.
Sudah berbagai pengalaman dan usaha yang diupayakan baik dengan bergantinya nahkoda (Kepala Negara), Resufle awak (Petinggi Negara), hingga upaya renovasi (Perbaikan) sudah dilakukan, namun masih saja bahtera negeriku belum berlabuh dan mencapai dermaga cita. Upaya pertama, ialah ajang demokrasi menemukan kepala negara yang handal dan ulung dalam segara bidang demi berjalannya sistem bernegara yang baik.
Namun upaya ini sering diperebutan sebagian elit negara dengan berjuta gagasan serta janji dan harapan agar membawa negara ini menuju kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan.
Namun nampaknya sudah 7 nahkoda (kepala Negara) yang bertugas belum juga mencapai tujuan yang di cita-citakan. 7 nahkoda (kepala negara) ini pun telah memaksimalkan penonjolan legacy (peninggalan) yang bagus walau masih ada kekurangan dan hambatan yang muncul, baik hambatan dari faktor eksternal yang menerpa Indonesia dengan keras (Kompas, 2022), hingga uncontroling petinggi negara yang menambah kerugian yang signifikan pada negara (Liputan6, 2020, Kompas, 2021).
Upaya Kedua adalah melakukan resufle Petinggi negara yang membuat kerugian moril maupun materil pada negara ini. Salah satu kerugian itu yakni perbuatan korupsi yang menjadi pemicu Petinggi Negara – Menko bidang kemaritiman dan investasi untuk menyampaikan keresahan atas OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang sering terjadi, Menko yang satu ini menyampaikan bahwa negera ini akan akan dikenal sebagai negara OTT (CNN, 2022 & Voi, 2022).
Keresahan ini terdengar asing dikalangan publik karena terkesan ingin mengurangi pemberantasan oknum perusak negara, walaupun dengan tujuan yang baik lantaran sang Menko tidak ingin banyaknya OTT merusak nama baik negara. Namun satu hal yang dilupakan bahwa tidak hanya OTT saja yang dapat merusak nama baik negara, diantaranya juga terjadi pada Oknum Kepolisian yang terjerat dalam kasus Narkoba hingga Pembunuhan (Bangkapos, 2022) Serta Tragedi yang dilakukan oleh seorang anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang berlaku sok jagoan dengan menganiaya seorang remaja dan merasa terback up oleh kekuasan sang Ayah (CNN, 2023, Detiknews, 2023, & Suara, 2023).
Hal-hal inilah yang juga akan menambah rusaknya nama baik negara sehingga upaya renovasi (Perbaikan) dan resiliensi wajib dilakukan oleh Kepala Negara. Dengan dilakukannya Renovasi (Perbaikan), diharapkan mampu meresiliensi negara dari kesenjangan dan hilangnya dogma publik/rakyat terhadap Birokrasi.
Disinilah seorang Kepala Negara diminta melaksanakan tugasnya sebagai pengendali dan pemegang kebijakan tertinggi negara dalam upaya merenovasi dan meresiliensi segala kesenjangan serta penyimpangan yang ada dengan berbagai cara dan memberikan sanksi tegas yang menimbulkan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi oknum lain yang mencoba melakukan hal yang sama.
Dan bilamana segala hal yang dilakukan masih saja belum cukup dan mampu mengantarkan negara ini menuju sebuah kabar baik yang kita semua harapkan. Lantas sudah menjadi keresahan saya selaku rakyat Indonesia untuk menanyakan suatu hal, Bagaimana Nasib
Indonesiaku?
*Referensi dari berbagai sumber