PANGKALPINANG — Berdasarkan laporan residen Belanda Algemeen Verslag der Resident Banka 1851 telah dilakukan penelitian terhadap tanaman Kopi di Pulau Bangka.
Hasil penelitian menyatakan, bahwa Kopi tumbuh subur di pulau Bangka dan produktif. Akan tetapi kualitas kopi yang dihasilkan, masih kalah dengan penghasil dari daerah lainnya.
Untuk itu Pemerintah Hindia Belanda, menyarankan dan mempersilahkan Kopi, ditanam di Pulau Bangka khusus untuk dikonsumsi lokal saja.
“Kebiasaan minum Kopi juga belaku bagi pekerja tambang (parit) Timah orang Tionghoa di Pulau Bangka. Dikenal istilah Kopi Pan Chok, yaitu minum Kopi yang dilakukan saat istirahat setelah bekerja setengah hari di lokasi tambang (Parit Timah) atau telah bekerja setengah kung/kong,” kata Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung, Dato’ Akhmad Elvian.
Karena waktu minum kopi yang terbatas oleh lamanya waktu istirahat, pekerja harus kembali mengerjakan satu hari atau satu kung/kong, maka kopi biasanya dibagi secangkir untuk diminum berdua.
“Istilah Kopi Pan Chok, lama kelamaan sering disebut kopi pancung dan bahkan di Kalimantan Barat dikenal istilah kopi pangku yang sekarang berkonotasi negatif, mungkin juga berasal dari istilah kopi Pan Chok dalam dialek Hakka,” ucapnya.
Ia menyebutkan, Kopi biasanya dihidangkan di atas tikar bertandang, yang khusus dihamparkan sebagai lambang kehangatan dan keramahtamahan (gastvrijheid) tuan rumah, yang ingin berlama lama menerima tamu di rumah.
“Kopi juga biasanya dihidangkan bersama panto (pasangan atau temannya kopi) berupa penganan ringan kue khas Bangka (rintak sagu, sempret, semprong) yang sering juga disebut dengan kanti ngupi. Makanya adat kita harus berbaik baik dengan tetangga,” katanya.
Namun saat ini, kata Elvian, tradisi ke ramah tamahan atau gastvrijheid sudah berkurang di Pulau Bangka, terutama di Kota Pangkalpinang, karena kebiasaan ngopi sudah beralih ke kedai dan warung kopi serta menjadi kegiatan bisnis ekonomi tersendiri.
Ngopi saat ini menjadi bagian dari gaya hidup. Warung kopi atau kedai kopi awalnya tersebar di 10 distrik penambangan Timah di Pulau Bangka.
“Ada pergeseran dari kopi sebagai sarana keramahtamahan atau gastvrijheid ke fungsi lain, yaitu gaya hidup dan kesenangan atau leisure,” ujarnya.