Bangka,Ketikandata — Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI), melalui Koordinator ADAKSI UBB Prov.Babel Dr. Rahmad Lingga mengatakan, Perjuangan Tukin Dosen ASN Kemendiktisaintek ini memiliki 2 esensi.
‘Esensi pertama, adalah karena di dalamnya mengandung cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa melalui Pendidikan tinggi yang berkualitas,”ujar Rahmad. Senin, (20/1/2025).
Menurutnya, bagaimana mungkin hal itu bisa terwujud, jika dosen sebagai tulang punggungnya tidak memperoleh kesejahteraan yang layak.
Rendahnya penghasilan “memaksa” dosen untuk mencari sumber pemasukan lain melalui kegiatan-kegiatan tambahan seperti menjadi konsultan, pengajar les, bahkan ada yang harus menjadi ojek online.
“Aktivitas tambahan ini menyebabkan dosen teralihkan fokusnya dalam memberikan pelayanan maksimal kepada mahasiswa, kesulitan melakukan riset berkualitas untuk pengembangan ilmu pengetahuan demi peningkatan daya saing bangsa, serta tidak mampu berkontribusi langsung kepada Masyarakat melalui jalur pengabdian,”ucapnya.
Esensi kedua, terkait dengan tata Kelola negara dan keadilan dan antidiskriminasi. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020 telah lama diundangkan sebagai landasan pembayaran tunjangan kinerja dosen ASN. Bagaimana bisa pemerintah enggan membayarkan hak dosen yang jelas-jelas telah memiliki dasar peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri.
“Menjadi hal yang menggelikan jika petinggi kemendiktisaintek beralasan bahwa dosen bukan pegawai sehingga menjadi halangan untuk pembayaran tukin. Sementara di Kementerian lain (sebut saja Kemenag), tunjangan kinerja dosen telah direalisasikan. Hal ini diperparah lagi oleh pernyataan Mendiktisaintek beberapa waktu lalu, bahwa dosen ASN menuntut pembayaran tukin yang diperuntukkan bagi dosen yang belum tersertifikasi? Agaknya pak Menteri lupa bahwa Tunjangan Kinerja Dosen dan Sertifikasi Dosen (Serdos) dimanatkan oleh peraturan yang berbeda,”ungkapnya.
Maka demikian, hal ini menyebabkan ADAKSI merasa bahwa pemerintah terkesan tidak memahami atau mungkin sengaja “menjadi amnesia” dalam mengurus hak-hak dosen ASN Kemendiktisaintek. Apakah pemerintah akan selalu melakukan fungsinya dengan benar jika ada gejolak di Masyarakat? ADAKSI akan berjuang sampai realisasi tukin dosen ASN Kemendiktisaintek terwujud secara adil dan tidak diskriminatif.
Poin-poin penting:
1.Dosen ASN adalah pegawai yang berhak memperoleh Tunjangan Kinerja.
2.Tolak diskriminasi terhadap ASN Dosen Kemendiktisaintek: Dosen ASN K/L lainnya sudah memperoleh TUKIN jauh sebelum ini, Misalnya: Kemenag di tahun 2015.
3.Tunjangan kinerja, sertifikasi dosen (serdos) dan remunerasi (pada perguruan tinggi ternama dari PTNBH dan PTNBLU) memiliki esensi berbeda, diamanatkan oleh peraturan berbeda pula. Tunjangan kinerja sebagai reward atas kinerja individu sesuai kelas jabatan dan melekat pada setiap ASN. Serdos merupakan bentuk apresiasi terhadap profesi dosen. Remunerasi dapat dimaknai sebagai bonus atas kinerja institusi.
4.Wacana pembayaran tukin dosen ASN Kemendiktisaintek untuk dosen yang belum serdos adalah sesat, diskriminatif dan memecahbelah dosen ASN Kemendiktisaintek.
5.Tukin dosen ASN Kemendiktisaintek harus dibayarkan penuh sesuai aturan dan memperhatikan aspirasi ribuan dosen ASN Kemendiktisaintek yang tergabung dalam Assosiasi dosen ASN Kemendiktisaintek seluruh Indonesia (ADAKSI).
6.Dosen harus menjadi prioritas dalam arah baru Pendidikan tinggi demi kemajuan dan daya saing bangsa.
Tuntutan ADAKSI BANGKA BELITUNG kepada pemerintah:
1.Bayarkan Tunjangan Kinerja Dosen ASN Kemendiktisaintek secara penuh (100%).
2.Menolak TUKIN sistem selisih.
3.Bayar Tukin Sejak Permendikbud Nomor 49/2020 (dirapel mulai tahun 2020).
(*).