PANGKALPINANG — Gejolak terkait penyesuain Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P-2), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pangkalpinang, D.M.A. Gandhi buka suara.
Menurutnya, gejolak ini karena sedari awal tidak adanya sosialisasi yang masif terkait dengan timbulnya Surat Keputusan (SK) misterius walikota terkait Nilai Jual Objek Pajak yang ada di kota pangkalpinang yang digunakan Badan Keuangan Daerah Pangkalpinang sebagai dasar untuk menaikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terkait PBB-P2.
Dengan tidak adanya sosialisasi tersebut, hal ini membuat gejolak di masyarakat karena masyarakat terkejut dengan hadirnya SPPT yang mencapai kenaikan sampai 1000 sampai 1500 persen ini.
“Jadi wajar kalau terkejut, seharusnya ada sosialisasi bahkan di DPRD pun tidak ada tembusannya. Kami di DPRD kebingungan juga, dasar kenaikannya apa?. Kalau rumus hitung-hitungannya semua itu ada di Perda Nomor 2 tahun 2017 cuma perkaliannya di NJOP. Yang menentukannya adalah Walikota,” beber Gandhi, Senin (14/02/2022).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ini mengatakan dalam hal ini perlu dilakukan kaji ulang, dimana ada UU Nomor 1 Tahun 2022 terkait dengan Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah (HKPD) dimana disana ada pasal terkait relaksasi pajak khususnya pajak PBB P-2.
“Disana dimungkinkan ada relaksasi dalam bentuk perhitungan nilai NJOP yang di masukan didalam PBB P-2 itu tidak 100 persen tapi diatur angkanya cukup 20 sampai 100 persen, disanalah letak relaksasinya, Dimana dalam hal itu walikota dapat memberikan kebijakan bahwa di zona tertentu ini cukup 30 persen karena kawasan pemukiman padat penduduk misalanya, yang mayoritas masyatakatnya Masyarkat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau di prumahan subsidi cukup dengan 20 persen atau wilayah perumahan komersil itu cukup mengingat kondisi pandemi 40 persen seperti itu,” urainya.
Singgung terkait SK Misterius tersebut, Gandhi menjelaskan bahwa SK tersebut masih merujuk pada UU 28 terkait dengan pajak dan retribusi daerah, padahal dengan hadirnya UU Nomor 1 Tahun 2022 terkait HKPD seluruh produk UU 28 itu dihapuskan. (*)