Oleh : Handika Yuda Saputra Ketua PC IMM BSM Kota Pangkalpinang
Beberapa waktu lalu, pejuang Hammas di wilayah Gaza, Palestina melakukan serangan berupa ratusan rudal kepada zionis Israel sebagai rangkaian dalam rangka merebut kembali wilayah palestina, yang di rampas dan dikuasai Israel.
Tentu ini menjadi perhatian di beberapa negara termasuk Indonesia. Indonesia dalam hal ini terus konsisten dan komitmen dalam mendukung kemerdekaan rakyat Palestina. Penyerangan Hammas dan pejuang Palestina ini tentu merupakan sebuah bentuk cinta terhadap tanah air agar wilayah Negaranya kembali kepada mereka sang pemilik asli tanah tersebut.
Banyak negara yang mendukung dan mengecam serangan ini dikarenakan mereka menganggap serangan tersebut merupakan sebuah agresi yang kejam dan melanggar HAM bahkan dianggap sebagai perbuatan para teroris.
Negara – negara yang mengecam dan menuding Palestina sebagai teroris dianataranya adalah Prancis, Jerman, Italia, Inggris, Belanda, dan lain-lain. Negara – negara ini tentu tutup mata atas sejarah palestina dan israel, serta melakukan propaganda – propaganda yang menggiring isu bahwa Palestina adalah teroris yang tidak berhati nurani menyerang orang – orang yang tidak bersalah.
Faktanya tudingan diatas berbanding paradok dengan apa yang sebenarnya terjadi. Konflik Palestina-Israel telah berlangsung sejak Perang Arab-Israel pada tahun 1948. Ketegangan semakin meningkat ketika Israel secara ilegal menduduki wilayah di Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur sejak tahun 1967, seperti yang dicatat oleh Global Centre for the Responsibility to Protect.
Menurut data dari United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN-OCHA) di kutip dari Katadata.co.id, dari tahun 2008 hingga 19 September 2023, jumlah korban jiwa di Palestina telah mencapai 6.407 orang, yang melebihi jumlah korban di Israel. Selama 16 tahun terakhir, puncak jumlah korban terjadi pada tahun 2014, dengan 2.329 jiwa yang kehilangan nyawa, diikuti oleh tahun 2009 dengan 1.066 jiwa. Pada pembaruan terakhir pada tanggal 19 September 2023, jumlah korban telah mencapai 227 jiwa.
Dari seluruh korban, laki-laki merupakan kelompok yang paling banyak terdampak, dengan 4.326 jiwa, sementara anak laki-laki sebanyak 1.162 jiwa, perempuan 626 jiwa, anak perempuan 275 jiwa, dan 18 jiwa lainnya yang belum teridentifikasi.
Jalur Gaza adalah wilayah yang paling banyak mengalami korban jiwa, mencapai 5.360 jiwa, diikuti oleh Tepi Barat dengan 1.007 jiwa, dan Israel dengan 37 jiwa.
Bentuk serangan paling mematikan berasal dari serangan udara Israel, yang menewaskan 3.212 warga Palestina, diikuti oleh amunisi aktif dengan 1.439 jiwa korban, dan ledakan di darat yang merenggut 219 jiwa.
Sementara itu, jumlah korban di pihak Israel mencapai 308 jiwa. Tercatat puncak jumlah korban terjadi pada tahun 2014 dengan 88 jiwa, diikuti oleh tahun 2008 dengan 33 jiwa. Hingga data terakhir pada 31 Agustus 2023, jumlah korban Israel mencapai 29 jiwa.
Dari jumlah korban selama 16 tahun terakhir, sebanyak 177 warga sipil Israel dan 131 tentara Israel menjadi korban, dengan dominasi korban laki-laki sebanyak 247 jiwa, diikuti oleh perempuan sebanyak 36 jiwa, anak laki-laki 19 jiwa, dan anak perempuan 6 jiwa.
Wilayah dengan jumlah korban jiwa terbanyak di pihak Israel adalah Tepi Barat dengan 138 jiwa, diikuti oleh Jalur Gaza dengan 52 jiwa, dan daerah lainnya dengan 1 jiwa.
Dari data – data tersebut harusnya negara – negara diluaran sana memahami kondisi yang sebenarnya dan dapat memahami siapa korban dan siapa teroris. Namun, kembali kita terima kenyataan pahit bahwa PBB kurang responsif terhadap permasalah ini, PBB seperti tutup mata atas Apa yang terjadi. Kita tentu berharap kezaliman dan propaganda barat terhadap Palestina dapat dilawan dengan banyak membaca literasi sejarah dan fakta yang ada.