Milestone Kepulauan Bangka Belitung

Oleh : Dato’ Akhmad Elvian, DPMP Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan.

Bangka Belitung adalah Kepulauan bersejarah (historical archipelago). Tonggak sejarah (milestone) yang merupakan episode panjang dan penting dalam sejarah Kepulauan Bangka Belitung dimulai dari masa Dua Abad sebelum kejayaan Kedatuan Sriwijaya dengan peradaban Waisnawa dan benteng kotadualapis, dilanjutkan menjadi bagian berpengaruh dari Mandala Sriwijaya, dalam peradaban Budha dengan sigalovada sutta dan tradisi ortografi Pallawa-Melayu Kuno (Paruh Terang Wulan Waisaka 608 Saka/686 Masehi), serta menjadi negeri diantara angin, penghubung wilayah mancanegara di Kawasan Barat Nusantara, dengan Dhang Camwa Dimaharata (Abad 10 Masehi) sebagai pemimpin. Selanjutnya wilayah Kepulauan Bangka Belitung dalam Hikayat Raja-Raja Pasai berada dalam pengaruh politik Kerajaan Singosari dan Keprabuan Majapahit, serta Kesultanan Mataram (Abad 14 dan 15 Masehi), wilayah Bangka Belitung dijaga keamanannya dari zeerovers oleh Kesultanan Johor dan Minangkabau ketika Malaka jatuh ke VOC Tahun 1641 Masehi, karena merupakan wilayah The Favorite Commercial Coast.

Episode berikutnya Bangka Belitung menjadi wilayah perebutan hegemoni kekuasaan antara kesultanan Banten, Palembang Darussalam dan Riau Lingga, karena jalur rempah (spice route), politik dan ekonomi terutama Lada Putih dan Timah. Tarik menarik kekuasaan mengantarkan Kepulauan Bangka Belitung sebagai wilayah Sindang berstatus Mardika (vrijheren) melalui kekuasaan para lengan, gegading, batin, kriya, ngabehi patih depati dan rangga serta Tumenggung. Ada juga pengakuan Sampoera dalam Dagh Register sebagai raja di Bangka dan Belitung, yang berupaya berkelindan dengan VOC karena ingin lepas dari pengaruh Kesultanan Palembang setelah perkawinan politik Khadijah (Putri juwaraja kesultanan Banten di Bangkakota) dan sultan Abdurrahman (Kesultanan Palembang) pada Tahun 1666.

Kekayaan Lada dan Timah Kepulauan Bangka Belitung mengundang campur tangan VOC. Anom Alimuddin yang diakui sebagai raja di Bangka berkoalisi dengan Arung Mapala dari Sulawesi menguasai dua pertiga pulau kemudian berhadapan dalam kontak senjata yang panjang dengan VOC dalam rentang Sepuluh tahun (Tahun 1722-1732). Keterlibatan Abraham Patras sebagai utusan VOC, menyebabkan Sultan Palembang, Mahmud Badaruddin I harus membiayai peperangan dan konsesi memusnahkan tanaman Gambir dan Kapas di pulau Bangka. Kedatangan bangsa Asing Kulit Putih mengubah tatanan kehidupan masyarakat dan adat istiadat masyarakat.

Kerajaan Inggris juga mengubah nama Bangka menjadi Duke Of York Island (Tahun 1812), dan berdasarkan Traktat London (Tahun 1816) dipertukarkan kepada Kerajaan Belanda. Masa kekuasaan Bangsa Asing Kulit Putih, baik Inggris dan Belanda dalam alur panjang sejarahnya, negeri ini melakukan berbagai perlawanan, dipimpin tokoh Man Makes History seperti Raden Keling, K.A Hatam, Depati Bahrin, dan puncaknya adalah perlawanan semesta rakyat Bangka Belitung dipimpin oleh Depati Amir (Tahun 1848-1851).

Kepulauan Bangka Belitung juga sempat menderita, pada rentang singkat sejarah kekuasaan Jepang dengan Bangka Belitung Gunseibu. Era kemerdekaan Tanggal 17 Agustus 1945 membuka cakrawala baru bagi Negeri Kepulauan Bangka Belitung. Berita kemerdekaan diterima sehari setelah Proklamasi dan disambut dengan sangat antusias terutama oleh kalangan pemuda. Para pemuda di Bangka Belitung adalah kelompok yang secara tegas mendukung dan membela serta mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka juga termasuk kelompok yang secara langsung dan tegas memaklumkan, bahwa mereka akan membela kemerdekaan yang telah diproklamirkan dari sikap represif Jepang yang diperintahkan menjaga status quo di daerahnya serta dari rongrongan Belanda yang ingin berkuasa kembali. Bangka dan Belitung beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena wilayah NKRI yang merdeka adalah wilayah Hindia Belanda Dahoeloe. Bangka dan Belitung beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya merupakan Satu Residentie Banka Belliton en Onderhorigheden dalam wilayah Hindia Belanda (Ordonansi Tanggal 2 Desember 1933, Stbl. Nomor 565).


Pada Tanggal 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya menetapkan pembentukan 12 kementerian dalam lingkungan pemerintah RI dan membagi wilayah Republik Indonesia atas 8 Provinsi. Salah satu provinsi yang dibentuk adalah Provinsi Sumatera dengan Gubernurnya Mr. Teuku Mohammad Hassan. Provinsi Sumatera terdiri atas Tiga Sub-provinsi salah satunya Sub-Provinsi Sumatera Selatan yang dibentuk dari 4 keresidenan masa Hindia Belanda yang meliputi Keresidenan Bangka Belitung, Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Lampung, dan Keresidenan Palembang.

Untuk melanjutkan kelangsungan jalannya pemerintahan di Provinsi Sumatera, maka pada Tanggal 12 Oktober 1945, Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohammad Hassan, menyerahkan soal pembentukan daerah-daerah otonom ke masing-masing keresidenan dan kemudian terbentuklah pemerintah daerah otonom termasuk di Keresidenan Bangka Belitung.

Rongrongan Pemerintah Belanda yang ingin berkuasa lagi di Indonesia dan Jalan buntu beberapa kali perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.J. van Mook, terjadi karena H.J. van Mook hanya bersedia memberikan status sebagai salah satu anggota negara federal kepada Republik Indonesia, yaitu negara bagian di bawah pemerintahan penjajahan Belanda, dan ini tentu saja ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai negara yang secara de facto telah merdeka dan berdaulat. H.J. van Mook mencoba membentuk negara-negara federal di wilayah Republik Indonesia dengan menggandeng elit-elit politik lokal di daerah, khususnya daerah di luar pulau Jawa dan pulau Sumatera dengan memanfaatkan isu kedaerahan atau primordialisme, termasuk menyelenggarakan Konferensi Federal Pangkalpinang pada Tanggal 1-12 Oktober 1946.

Dalam rangka membentuk Negara Republik Indonesia Serikat, Pemerintah Belanda di pulau Bangka membentuk Dewan Bangka Sementara (Bangka Raad), dengan Surat Keputusan Tanggal 10 Desember 1946, tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 38 Tahun 1946 yang ditandatangani oleh Guverneur General Nederlandshe Indie. Keputusan pembentukan dewan Bangka sementara menjadikan pulau Bangka sebagai suatu daerah otonom. Selanjutnya kemudian dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 7,8,9 yang ditandatangani Guverneur General Nederlandshe Indie, Tanggal 12 Juli 1947 yang diundangkan dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie, STBL. 1947, Nomor 123,124,125, ditunjuk daerah Riau, Bangka, Belitung, masing-masing sebagai Neo-Zelfbestuur, yang mempunyai hak untuk mengirim wakilnya duduk dalam dewan (raad) Federasi Bangka-Belitung dan Riau.

Upaya H.J van Mook untuk mewujudkan pendirian negara federasi terus dilanjutkan dengan melaksanakan Konferensi Federal di Bandung Jawa Barat, pada Tanggal 29 Mei 1948. Pada saat pelaksanakan Konferensi Bandung, hadir Tiga orang utusan dari pulau Bangka yaitu Masyarif Datuk Bendaharo Lelo, Se Siong Men, dan Joesoef Rasidi. Konferensi Bandung berhasil membentuk BFO dan gagal mempengaruhi kaum republik dan wakil rakyat Bangka yang ikut dalam konferensi Bandung untuk mendirikan Neo-Zelfbestuuryaitu Negara Bangka-Belitung dan Riau, karena semangat nasionalisme dan patriotisme wakil-wakil masyarakat Bangka Belitung di konferensi.

Kegagalan Belanda dalam mendirikan Neo-Zelfbestuur, Bangka-Belitung dan Riau menyebabkan kebijakan Belanda selanjutnya terhadap Bangka Belitung dan Riau diubah. Bangka, Belitung dan Riau selanjutnya direncanakan menjadi satuan kenegaraan yang tegak berdiri sendiri, zelfstanding staatkundig eenheid. Dengan demikian direncanakan, bahwa pada suatu saat Bangka, Belitung dan Riau akan menjadi Satu negara federal yang berdiri sendiri.

Pengakuan kedaulatan terhadap Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada Tanggal 27 Desember 1949, berimplikasi pada perubahan bentuk negara sesuai dengan UUD 1945. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diubah menjadi Negara Federasi yang bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan kemudian negara berdasarkan kepada Konstitusi RIS. Bangka dan Belitung berdasarkan konstitusi RIS, merupakan salah satu bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat berbentuk zelfstanding staatkundig eenheid, yaitu merupakan Satuan Kenegaraan yang Tegak Berdiri Sendiri, terpisah dari Republik Indonesia (RI). Mengingat semangat Rakjat Bangka njata bersemangat republikein, njata berkehendak Bangka masuk dalam daerah Republik, sebagaimana yang disampaikan Presiden Soekarno pada Tanggal 21 Februari 1949, Satuan Kenegaraan Bangka dengan presidennya Abang Muhamad Yusuf Rasidi tidak berlangsung lama, setelah sekitar 4 (Empat) bulan berpisah dengan Republik Indonesia, Bangka dan Belitung disatukan kembali dalam Negara Republik Indonesia.

Bangka kembali menjadi bagian Negara Republik Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 141 Tahun 1950, tentang Penghapusan Daerah Bangka Sebagai Daerah Bagian Republik Indonesia Serikat dan Bergabung ke Dalam Wilayah Republik Indonesia, 4 April 1950 (ANRI, Keppres RIS Nomor 128).

Mengingat semangat Rakjat Bangka njata bersemangat republikein, njata berkehendak Bangka masuk dalam daerah Republik, sebagaimana yang disampaikan Presiden Soekarno pada Tanggal 21 Februari 1949, Satuan Kenegaraan tidak berlangsung lama, setelah sekitar 4 (Empat) bulan berpisah dengan Republik Indonesia, Bangka dan Belitung disatukan kembali dalam Negara Republik Indonesia. Bangka kembali menjadi bagian Negara Republik Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 141 Tahun 1950, tentang Penghapusan Daerah Bangka Sebagai Daerah Bagian Republik Indonesia Serikat dan Bergabung ke Dalam Wilayah Republik Indonesia, 4 April 1950 (ANRI, Keppres RIS Nomor 128).

Pemerintah Republik Indonesia Serikat dalam rangka mempermudah penggabungan atau penyatuan kembali negara-negara bagian dan satuan kenegaraan yang tegak berdiri sendiri kedalam Republik Indonesia, kemudian menetapkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, Tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Undang-undang tersebut, utamanya menghendaki digabungkannya wilayah RIS dengan Republik Indonesia. Sebagai langkah persiapan, Pemerintah RIS, kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 yang membagi Wilayah Republik Indonesia dalam Sepuluh provinsi, yaitu: Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan, Provinsi Sulawesi, Provinsi Maluku, Provinsi Nusa Tenggara, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan.

Pembentukan terhadap wilayah Provinsi Sumatera Selatan, yang kemudian Bangka Belitung berada dalam wilayahnya, diperkuat dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Selatan. Wilayah Provinsi Selatan tersebut meliputi wilayah Keresidenan Palembang, Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Bangka-Belitung dan Keresidenan Lampung. Peraturan Pemerintah ini kemudian ditegaskan kembali dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 (ANRI, 2010:20-21).

Dalam rangka bergabungnya kembali daerah Bangka sebagai Satuan Kenegaraan yang tegak berdiri sendiri ke dalam Republik Indonesia, maka pada Tanggal 21 April 1950 datanglah ke Kota Pangkalpinang Bangka, Perdana Menteri Dr. Halim beserta rombongannya yang terdiri dari 18 orang, diantaranya yang hadir adalah Dr. Mohd. Isa, Gubernur Sumatera Selatan. Pada tanggal yang sama bertempat di keresidenan diserahkan pemerintahan atas Daerah Bangka kepada Gubernur Sumatera Selatan. Pemerintahan Republik Indonesia kemudian pada Tanggal 22 April 1950 menetapkan R. Soemardjo sebagai Residen Bangka Belitung dengan kedudukan ibukota keresidenan di Kota Pangkalpinang.

Pulau Bangka selanjutnya ditetapkan menjadi kabupaten yang terdiri atas 5 kewedanaan yaitu; Kewedanaan Bangka Barat beribukota di Mentok, Kewedanaan Bangka Utara beribukota di Belinyu, Kewedanaan Bangka Selatan beribukota di Toboali, Kewedanaan Bangka Tengah beribukota di Pangkalpinang, Kewedanaan Sungailiat beribukota di Sungailiat. Pulau Bangka juga dibagi menjadi 13 kecamatan.

Setelah berselang beberapa tahun bergabung dalam Wilayah Provinsi/Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, dan mengingat kondisi wilayah Bangka Belitung yang secara geografis terpisah oleh Selat Bangka dengan induknya Provinsi Sumatera Selatan yang berada dalam wilayah pulau Sumatera, maka rakyat Bangka Belitung mulai berjuang untuk membentuk provinsi sendiri, terpisah dari Provinsi/Daerah Tingkat I Sumatera Selatan. Keinginan dan aspirasi masyarakat Bangka dan Belitung untuk menjadi provinsi di keresidenan Dua pulau dimulai pada Tahun 1956, akan tetapi perjuangan dan upaya untuk menjadi provinsi pada waktu itu masih belum tertib dan terarah, belum diformalkan secara resmi terutama melalui jalur pemerintahan.

Perjuangan pembentukan provinsi Bangka Belitung, terus bergelora dan desakan masyarakat semakin kuat, pada Tahun 1966 diangkat sebuah komisi khusus guna membentuk Badan Penyelenggara Pembentukan Panitia Persiapan Provinsi Bangka Belitung dengan Surat Keputusan DPRD Gotong Royong Kabupaten Bangka Nomor 2/KP/DPRGR/1966,Tanggal 28 Maret 1966, kemudian berdasarkan Surat Keputusan DPRD Gorong Royong (DPRD-GR) Kabupaten Belitung, Nomor 5/DPRD-GR/1967 Tanggal 30 Maret 1967, tentang Pengesahan Laporan Research DPRD-GR Kabupaten Belitung dan Pembentukan Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta Surat Keputusan DPRD-GR Kota Pangkalpinang Nomor 6/SK/DPRD-GR/1967 tentang Pembentukan Panitia Sponsor Persiapan Provinsi Bangka Belitung. Lembaga Penyelenggara tersebut kemudian dikenal dengan nama Presidium Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang melahirkan Ikrar Tanjung Kelayang.

Perjuangan pembentukan Provinsi Bangka Belitung merupakan jiwa serta aspirasi masyarakat Bangka Belitung dan tercermin dari pernyataan: “Sebagaimana lazimnya pulau- pulau disekitar sebuah pulau raksasa, yang praktis sama saja dengan daratan atau Continent, Bangka-Belitung, yang dengan pulau-pulau kecil disekitarnya, merupakan satu gugusan pulau- pulau tersendiri, telah senantiasa dianggap dan menjadi embel-embel saja dari induknya (bandingkan pulau Sumatera dengan luas areal 439.000 km persegi dengan Daerah Kepulauan Bangka Belitung yang hanya mempunyai areal seluas 16.681,7 km persegi. Ia sering-sering terlupakan sama sekali, hanya diopenijika terlalu diganggu orang, sakit atau dalam kesusahan dan ditegor, kalau tak patuh atau nakal. Padahal Ia bukanlah hanya terdiri atas beting-beting atau pulau-pulau kering tandus, gugusan karang yang tak berarti apa-apa”.

Usulan untuk memperjuangkan Bangka Belitung menjadi provinsi kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRD-GR) Kabupaten Bangka, DPRD-GR Kabupaten Belitung dan DPRD-GR Kotamadya Pangkalpinang, serta telah direstui oleh Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bangka, Bupati Kepala Daerah Kabupaten Belitung, dan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Pangkalpinang. Tuntutan untuk membentuk provinsi didasarkan atas kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyat, untuk lebih mengintensifkan dan melancarkan jalannya pemerintahan, serta menuntut keadilan sejarah, sebab Daerah Tingkat I/ Provinsi Sumatera Selatan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 (Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 1959), terdiri dari Empat Keresidenan yaitu Keresidenan Palembang, Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Lampung dan Keresidenan Bangka Belitung, pada perkembangannya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964, telah dimekarkan yaitu Keresidenan Lampung menjadi Provinsi Lampung, dan selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967, Keresidenan Bengkulu dimekarkan menjadi Provinsi Bengkulu lepas dari Provinsi Sumatera Selatan. Satu-satunya Keresidenan yang masih bergabung di Provinsi Sumatera Selatan dan belum memisahkan diri hanyalah Keresidenan Bangka Belitung.

Pada Tanggal 29 Oktober Tahun 1969, rakyat Bangka dan Belitung mengajukan secara resmi kepada pemerintah yang berwenang kiranya pemerintah dapat mengusahakan segera terbentuknya Provinsi/Daerah Tingkat I Bangka Belitung, yang meliputi Daerah-daerah: Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kotamadya Pangkalpinang, sebagai daerah otonom sendiri, terpisah dari propinsi Sumatera Selatan. Pada Tahun 1970 disusunlah satu Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan rancangan tersebut telah melalui tahapan sidang pleno DPR-GR hingga tingkat pemandangan umum, namun kemudian rancangan Undang-undang tersebut tidak diproses lebih lanjut oleh DPR-GR, maka perjuangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung pun kemudian pupus pada masa itu.

Seiring dengan perubahan konstelasi politik nasional dari Era Orde baru ke Era Reformasi di Tahun 1998, perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kembali bergelora bagaikan Api Yang Nan Tak Kunjung Padam. Atas prakarsa para tokoh pemuda, mahasiswa, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik, sebagai sebuah gerakan masyarakat, yang berjuang secara konstitusional, lahirlah memorandum DPRD Kota Pangkalpinang Nomor 29 Tanggal 17 Desember 1999, Memorandum DPRD Kabupaten Bangka Nomor 163 Tanggal 29 Desember 1999 dan Memorandum DPRD Kabupaten Belitung Nomor 208 Tahun 2000, serta kemudian dilakukan Rapat Akbar yang merupakan DEKLARASi/ PERNYATAAN KEHENDAK seluruh Rakyat Bangka Belitung SETUJU Terbentuknya Provinsi Bangka Belitung.

Atas dasar itulah kemudian dibentuk Presidium Perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung sebagai ALAT PERJUANGAN di semua tingkatan. Dengan didukung peran aktif Walikota dan Pemerintah Daerah Kota Pangkalpinang, Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka, Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung serta Persetujuan Gubernur/Kepala Daerah dan DPRD Sumatera Selatan, maka disusunlah melalui prosedural legislasi Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif DPR RI. Berkat Rakhmat Allah SWT perjuangan yang panjang Tiga generasi, sampai tibalah saat bahagia pada Tanggal 21 November Tahun 2000, Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan terbentuknya PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, melalui Undang-undang Nomor 27 Tahun 2000, yang diundangkan pada tanggal 4 Desember Tahun 2000. Dirgahayu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Negeri Serumpun Sebalai, yang Aman Sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.